Semua
jenis perusahaan itu, bila dimiliki ataupun dikelolah oleh orang yang beragama
islam, maka haruslah mengeluarkan zakat. Cara menghitung adalah tiap tahun
menilai seluruh kekayaan perusahaan itu, termasuk modal, harta dan keuntungan.
Bila perusahaan itu dimiliki oleh seseorang, ia dapat menggabungkannya dengan
harta atau kekayaan pribadinya/keluarganya dapat juga dipisahkan. Tetapi
apabila perusahaan milik beberapa orang (seperti PT), penghitungannya terpisah,
begitu pula perusahaan itu milik Negara atau BUMN, penghitungan zakatnya
tersendiri.[1]
”ambilah
zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan
dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa itu
(menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka dan Alah Maha mendengar lagi Maha
mengetahui.” [2]
Menurut
Imam Ahmad bahwa zakat perusahaan hanya dipungut dari penghasilannya
(pemasukannya) pada waktu menerima hasil. Beliau menfatwakan untuk menzakati
rumah sewaan pada waktu menerima uang sewa, tidak disyaratkan sampai satu tahun
(haul), dengan penghitungan penghasilannya dalam satu tahun mencapai satu
nishab dan kadar pungutannya adalah 2,5%.[3] Penghitungan
zakat perusahaan secara rinci adalah sebagai berikut: